Senin, 06 Februari 2012

Harta Karun

Rangkuman kenangan yang membuku rapi dalam pikiranku kian menurunkan suhu udara ruangan ini. Seperti menunggu disulut api dan terburai menyisakan potongan huruf-huruf tak terbaca.
Aku ingin tak bisa membaca kita. Meraba apa yang terjadi dan dikejutkan karenanya. Tapi kita, bagiku, telah menjadi sewajar menyikat gigi di pagi hari.
Menjalani hari-hari sebagai kita adalah mengisi teka-teki silang dengan menggenggam kunci jawaban. Kebiasaan yang menyenangkan. Hanya saja tanpa tantangan.

Namun kehidupan apa yang tanpa misteri. Suatu hari aku kepanikan mencari kotak obat yang tak pernah lupa kukembalikan pada tempatnya. Dia selalu disana. Dilaci nomor dua. Lalu aku terduduk kaku hingga melayu sendu. Bagaimana bisa sesuatu yang akrab dalam keseharianku luput begitu saja dari kendaliku.
Kejutan pun datang. Hentakanjantung yang segera mengirim pesan pada mata. Menderaskan buliran air yang berdesakan tetes demi tetes. Bagaimana jika itu kita, pikirku. Merayapi jemari dari genggaman yang telah lama disinggahi. Meloloskan diri tanpa kita sendiri sadari.

Tepat hari ini, 8tahun dengan lelucon yang terulang, tangisan yang berpulang, dan isi dada yang melapang. Aku dan kamu duduk sebagai kita yang biasa. Melantunkan senandung lawas dalam percakapan. Saling membaca garis tangan dan menemukan peta baru di dalamnya. Kamu bilang, "Kita adalah harta karun yang masih tak ditemukan. Menjejaki ribuan kali jalan yang sama dan tetap mencari-cari. Tapi kita menikmati."



Big thankful for the genius writer, Dalias lisdiarum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar